3.2 Perpajakan Aset Kripto Di Indonesia
Di Indonesia kripto diangap sebagai aset atau komoditas, bukan sebagai mata uang, bukan sebagai alat pembayaran. JAdi perlakuannya sama dengan komoditas lain seperti emas, perak atau mungkin saham. Karena dianggap sebagai aset, maka crypto dianggap sebagai objek yang wajib dipajaki. Ibarat kita melakukan jual beli barang meskipun dalam bentuk digital.
Karena kripto bukan mata uang atau surat bergarga, tapi merukan barang berbentuk digital. Makanya PPN memandangnya sebagai barang kena pajak tidak berwujud. Mekanisme perpajakan aset kripto sendiri sudah diatur dalam peraturan menteri keuangan nomor 68 yang dimulai di bulan Mei 2022.
Pajak Jual Beli Aset Crypto Dengan Fiat
PPN sebesar 0,11%: Ketika kita deposit di exchanger dan nanti beli USDT atau token crypto lain
PPH 22 Final sebesar 0,1%: Ketika kita menjual aset crypto kita menjadi Fiat.
Pajak Swap Aset Crypto Dengan Aset Crypto Lain
Misal yang terjadi pada pairing BUSD/BIDR atau BUSD/BTC atau BTC/ETH. Untuk tukar menukar disini case nya kita menjual aset crypto dan mendapat aset crypto lain. Maka tarif pajaknya sbb:
PPH 22 Final sebesar 0,1% Karena Menjual
PPN 0,11% Karena Membeli
Total Pajak yang harus dibayar oleh masing-masing pihak: PPH 22 Final sebesar 0,1% + PPN 0,11% = 0.21%
PPN Atas Fee Exchanger
Pajak Atas Mining / Validator
1% dari block reward yang dibebankan pada user / exchange
PPH 22 Final 0,1% Untuk Miner
Contoh Untuk Masing-Masing Case
-
Kita tidak usah pusing,karena sudah otomatis dipungut oleh exchange kalau kita pakai exchanger atau PFAK yang sudah ditegulasi oleh Bappebti.
-
Ada pungutan pajak 2x lipat apabila kita menggunakan exchange global. Pungutan pajak ini bersifat self-assesment. Jadi total pajak yang harus dibayar untuk setiap trade adalah sebesar 0.42% apabila kita mengunakan exchange global
-
Kita baru membayar pajak bila kita melakukan transaksic / trade / cutloss. Karena pajak crypto bukan berdasarkan capital gain, tapi dari setiap trade.